Masalah petasan telah dilarang pemerintah. UU Darurat No 12 Tahun 1951, dan Pasal 187 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), mengancam orang-orang yang melanggar seperti membuat, menjual, menyimpan, mengangkut petasan yang tidak sesuai standar. Mereka bisa dikenai sanksi kurungan maksimal 12 tahun.
Di Indonesia, petasan sudah menjadi sesuatu yang biasa dimainkan pada Hari Besar seperti Tahun Baru, Hari Raya Idul Fitri, Bulan Ramadan, Tahun Baru China dan hari besar lainnya, dan tentu kecuali Hari Raya Nyepi. Petasan ini banyak dimainkan oleh anak-anak dengan berbagai cara. Salah satunya, melemparkannya kepada teman atau pada kendaraan yang lewat di sekelilingnya.
Waktu untuk bermain petasan lebih disukai pada malam hari. Hal ini sangat mengganggu warga yang tengah beristirahat serta membuat orang lain di dekat mereka takut atau mungkin dapat mengakibatkan kematian pada orang yang berpenyakit jantung. Seorang anak yang sering bermain petasan, punya bakat jadi seorang teroris.
Terorisme adalah perbuatan yang bertujuan mengakibatkan orang lain merasa ketakutan yang nyata, perasaan luar biasa akan bahaya yang mungkin terjadi. Biasanya, perbuatan teror digunakan apabila tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh untuk melaksanakan kehendaknya. Terorisme tidak ditunjukan langsung kepada lawan, tapi justru dilakukan di mana saja.
Dan yang lebih utama, maksud yang ingin disampaikan oleh pelaku teror itu adalah mendapat perhatian khusus. Seorang anak yang sering bermain petasan punyai bakat untuk belajar meledakan sesuatu. Awalnya, hanya tahu cara meledakan sesatu yang kecil, namun bisa membawa dampak yan luas dikemudian hari.
Pepatah mengatakan “bisa karena biasa” dan “sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit.” Orangtua hendaknya mengawasi bermacam mainan anak yang berbahaya. Seorang anak yang suka bermain petasan dapat membahayakan diri sendiri dan juga orang lain.
(Artikel ini dimuat di Koran Surya 14 Agustus 2009.)
http://www.surya.co.id/2009/08/14/petasan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar